TEMPO.CO, Jakarta - Konglomerat Theodore Permadi Rachmat alias TP Rachmat mengatakan kestabilan nilai tukar rupiah adalah hal yang penting bagi pengusaha. Ia menyebut tak masalah jika kurs menembus Rp 16 ribu, asalkan nilai tukar tetap stabil.
Baca juga: Rupiah Jeblok Konglomerat Theodore P Rachmat Enggak Usah Pusing
"Yang penting bukan nyaman tapi stabil. Mau Rp 15 ribu, Rp 16 ribu, Rp 14 ribu juga enggak masalah asal jangan gonjang ganjing," ujar pendiri Triputra Group itu di Balai Kartini, Jakarta, Rabu, 12 September 2018.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kurs berada pada level Rp 14.863 per dolar AS pada Rabu, 12 September 2018.
Theodore, salah satu orang terkaya Indonesia versi Forbes, mengatakan gonjang ganjing nilai tukar cenderung memberikan ketidakpastian bagi dunia usaha. Sementara, kata Teddy, sapaan Theodore, pengusaha lebih mengutamakan kepastian.
"Pengusaha ingin kepastian. Sampai Rp 16 ribu pun enggak masalah," kata pria yang disebut memiliki kekayaan US$ 1,7 miliar itu.
Teddy memperkirakan nilai rupiah akan terus berada di kisaran Rp 14.800 per dolar Amerika Serikat hingga akhir tahun ini.
Menurut dia, depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini tidak perlu diambil pusing. "Barang-barang kan enggak naik (harganya). Naik enggak beli barang?" ujar dia.
Alumnus Institut Teknologi Bandung itu melihat pelemahan rupiah saat ini lebih dipicu faktor eksternal, yakni menguatnya perekonomian negeri Abang Sam. Dampaknya, modal pun lari ke AS. Karena itu, negara-negara yang tidak siap akhirnya kewalahan dan mengalami krisis.
"Tapi Indonesia dan yang lain karena sudah prepare, jadi oke aja. Repot ya repot, tapi oke saja," ujar Teddy. Ia menyebut kerepotan yang dimaksud adalah ketika terjadi kepanikan dan orang-orang akhirnya mengambil duitnya dari bank, atau menukarkan ke dolar secara bersamaan.
Bahkan, Teddy menilai hingga saat ini kondisi perekonomian masih cukup aman untuk dunia usaha. Pria yang telah memulai karirnya sejak tahun 1970-an itu menilai kondisi saat ini masih lebih baik ketimbang yang pernah dialaminya dulu.
"Saya usaha mulai akhir tahun 1970, masa Presiden Soeharto itu devaluasi (rupiah) sering sekali, enggak ada masalah. Ini mah kecil," ujar Teddy.